Ketahanan bangsa merupakan kemampuan suatu bangsa untuk mempertahankan
persatuan dan kesatuannya serta memperkuat daya
dukung kehidupannya. Secara konsepsional, ketahanan nasional diartikan sebagai
“Kondisi dinamis suatu bangsa, yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional
yang terintegrasi. Adapun inti dari Ketahanan Nasional Indonesia adalah kemampuan yang
dimiliki bangsa dan negara dalam
menghadapi segala bentuk ancaman yang dewasa ini spektrumnya semakin luas dan
kompleks.
A. PENGERTIAN
DAN SEJARAH KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
Secara etimologis, istilah ketahanan berasal dari kata dasar
“tahan” yang berarti tahan penderitaan, tabah, kuat, dapat menguasai diri, gigih,
dan tidak mengenal menyerah. Ketahanan memiliki makna mampu, tahan dan kuat menghadapi segala bentuk tantangan dan ancaman yang ada guna
menjamin kelangsungan hidupnya.
Sebagai konsepsi yang khas Indonesia, gagasan tentang ketahanan
nasional muncul di awal tahun 1960-an sehubungan dengan adanya ancaman yang
dihadapi bangsa Indonesia, yakni meluasnya pengaruh komunisme dari Uni Sovyet
dan Cina. Pengaruh mereka terus menjalar sampai ke kawasan Indo Cina, sehingga
satu persatu Negara di kawasan Indo Cina, seperti Laos, Vietnam dan Kamboja
menjadi Negara komunis. Infiltrasi komunis tersebut bahkan mulai masuk ke
Thailand, Malasyia dan Singapura.
Gejala tersebut mempengaruhi para pemikir militer di lingkungan
SSKAD (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat) atau sekarang SESKOAD (Sunardi,
1997:12). Mereka mengadakan pengamatan dan kajian atas kejadian tersebut. Tahun
1960-an gerakan komunis semakin masuk ke wilayah Philipina, Malaysia, Singapura
dan Thailand. Di tahun 1965 komunis Indonesia berhasil mengadakan pemberontakan
(Gerakan 30 September 1965) yang akhirnya dapat diatasi. Menyadari akan hal tersebut,
maka gagasan tentang masalah kekuatan dan unsur-unsur apa saja yang ada dalam
diri bangsa Indonesia serta apa yang seharusnya dimiliki agar kelangsungan
hidup bangsa Indonesia terjamin di masa-masa mendatang terus menguat.
Pada tahun 1968 pemikiran tersebut dilanjutkan oleh Lemhanas
(Lembaga Pertahanan Nasional). Kesiapan menghadapi tantangan dan ancaman itu
harus diwujudkan dalam bentuk ketahanan bangsa yang dimanifestasikan dalam
bentuk perisai (tameng) yang terdiri dari unsur-unsur ideologi, ekonomi, sosial
budaya dan militer. Tameng yang dimaksud adalah sublimasi dari konsep kekuatan
dari SSKAD. Secara konseptual pemikiran Lemhanas merupakan langkah maju
dibanding sebelumnya, yaitu ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan
nasional yang berupa ideologi, politik, ekonomi, sosial dan militer.
Pada tahun 1969 lahir istilah Ketahanan Nasional, yang dirumuskan
sebagai : “Keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional yang ditujukan untuk menghadapi segala
ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia”.
Kesadaran akan spektrum ini pada tahun 1972 diperluas menjadi
hakekat ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG). Saat itu konsepsi
Ketahanan Nasional diperbaharui dan diartikan sebagai : “Kondisi dinamis
suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, didalam menghadapi dan
mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang
datang luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung yang
membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan
negara, serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan nasional”.
Dari sini dikenal tiga konsepsi
Ketahanan Nasional Indonesia, yakni konsepsi tahun 1968, tahun 1969 dan tahun 1972.
Menurut konsepsi tahun 1968 dan 1969 ketahanan nasional adalah keuletan dan
daya tahan, sedang pada
konsepsi 1972 ketahanan nasional merupakan suatu kondisi dinamik yang berisi keuletan dan ketangguhan. Jika pada
dua konsepsi sebelumnya dikenal istilah IPOLEKSOM (Panca Gatra), dalam konsepsi
tahun 1972 diperluas dan disempurnakan
berdasar asas Asta Gatra (Haryomataraman dalam Panitia Lemhanas, 1980: 95-96).
Jika kita menyimpulkan rumusan konsepsi
Ketahanan Nasional dalam GBHN, maka kita mengenal ada tiga wujud atau wajah
konsepsi Ketahanan Nasional, yaitu ;
1.
Ketahanan nasional sebagai metode
2.
Ketahanan
nasional sebagai kondisi
3.
Ketahanan
nasional sebagai doktrin dasar nasional
Inti dari ketahanan Indonesia pada dasarnya berada pada tataran
“mentalitas” bangsa Indonesia dalam menghadapi dinamika masyarakat yang
menuntut kompetisi di segala bidang. Oleh sebab itu kita diharapkan agar
memiliki ketahanan yang benar-benar ulet dan tangguh, mengingat Ketahanan Nasional
dewasa ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ketidakadilan sebagai “musuh
bersama”. (Armaidy Armawi dalam Kapita Selekta, 2002: 90).
Konsep ketahanan juga bukan hanya Ketahanan Nasional sematamata,
tetapi juga merupakan suatu konsepsi yang berlapis atau Ketahanan Berlapis.
Artinya, juga sebagai ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan daerah,
ketahanan regional dan ketahanan nasional (Chaidir Basrie dalam Kapita Selekta,
2002:59). Selain itu “ketahanan” juga mencakup berbagai ragam aspek kehidupan atau
bidang dalam pembangunan, misalnya ketahanan pangan, ketahanan energi dan
lain-lain.
Dengan demikian penting bagi kita untuk mengetahui : dalam kondis
yang bagaimana suatu wilayah negara atau daerah memiliki tingkat ketahanan
tertentu. Tinggi rendahnya Ketahanan Nasional amat dipengaruhi oleh unsurunsur
ketahanan nasional itu sendiri.
B. UNSUR-UNSUR
KETAHANAN NASIONAL
Para ahli lain, yang berpendapat tentang unsur-unsur yang mempengaruhi
ketahanan atau kekuatan nasional sebuah bangsa, ialah :
1. James
Lee Ray
Unsur
kekuatan nasional negara terbagi menjadi dua faktor, yaitu ;
a.
Tangible factors terdiri atas : penduduk, kemampuan industri dan
militer.
b.
Intangible factors terdiri atas : karakter nasional, moral nasional dan
kualitas kepemimpinan.
2. Palmer
& Perkins
Unsur-unsur
kekuatan nasional terdiri atas : tanah, sumber daya, penduduk,
teknologi, ideologi, moral dan kepemimpinan.
3. Parakhas
Chandra
Unsur-unsur
kekuatan nasional terdiri atas tiga, yaitu :
a.
Alamiah,
terdiri atas : geografi, sumber daya dan penduduk
b.
Sosial, terdiri
atas : perkembangan ekonomi, struktur politik, dan budaya
& moral nasional
c.
Lain-lain : ide, intelegensi, diplomasi dan kebijaksanaan
kepemimpinan (Winarno, 2007: 176-177)
Akan halnya konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia, dikemukakan
adanya sejumlah unsur atau faktor yang selanjutnya diistilahkan sebagai gatra.
Gatra Ketahanan Nasional Indonesia disebut Asta Gatra (delapan gatra),
yang terdiri atas Tri Gatra (tiga gatra) dan Panca Gatra (lima
gatra). Unsur atau gatra dalam Ketahanan Nasional Indonesia tersebut adalah
sebagai berikut;
Tiga
aspek kehidupan alamiah (tri gatra), yaitu :
a.
Gatra letak dan kedudukan geografi
b.
Gatra keadaan dan kekayaan alam
c.
Gatra keadaan dan kemampuan penduduk
Lima
aspek kehidupan sosial (panca gatra) yaitu :
a.
Gatra ideologi
b.
Gatra politik
c.
Gatra ekonomi
d.
Gatra sosial budaya (sosbud)
e.
Gatra pertahanan dan keamanan (hankam)
Ketahanan Nasional dengan delapan gatra (Asta
Gatra) ini secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut :
K(t)
= f (Tri Gatra, Panca Gatra)t atau =
f ( G,D,A), (I,P,E,S,H)t
|
Keterangan :
K(t) = kondisi
ketahanan nasional yang dinamis
G = kondisi
geografi
D = kondisi
demografi
A = kondisi
kekayaan alam
I = kondisi
sistem ideologi
P = kondisi
sistem politik
E = kondisi
sistem ekonomi
S = kondisi sistem sosial budaya
H = kondisi
sistem hankam
F = fungsi,
dalam pengertian matematis
t = dimensi
waktu
C. PENDEKATAN
ASTA GATRA DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN
NASIONAL
Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi
dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Aspek kehidupan tersebut
telah dielaborasi dalam wujud Asta Gatra yang meliputi Tri Gatra (aspek
alamiah) dan Panca Gatra (aspek sosial). Ketahanan nasional juga merupakan
pendekatan yang utuh menyeluruh, yakni mencerminkan keterpaduan antara segala
aspek kehidupan nasional bangsa. Aspek tersebut juga telah terangkum dalam Asta
Gatra Ketahanan Nasional.
Dengan demikian, ketahanan nasional Indonesia akan semakin kuat dan
kokoh, jika dilakukan upaya pembinaan dan pengembangan terhadap setiap aspek
(gatra) secara terencana, terpadu, dan berkesinambungan.
Pembinaan Ketahanan Nasional dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Asta Gatra (delapan aspek), yang merupakan keseluruhan dari
aspek-aspek kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Pembinaan terhadap aspek sosial penting dilakukan sebab aspek ini
bersifat dinamis, lebih mudah berubah dan termasuk dalam intagible factor.
Pembinaan terhadap aspek ideologi, yakni ideologi Pancasila adalah berkaitan
dengan 5 (lima) nilai dasar yang dikandungnya, yang terjabarkan dalam nilai
instrumental dalam UUD 1945. Amandemen atas UUD 1945 serta adanya rencana
perubahan yang akan datang harus terus dapat dikembalikan pada nilai dasar
Pancasila. Dalam hal ini Pancasila tetap ditempatkan sebagai kaidah penuntun
hukum, termasuk UUD 1945. Sebagai cita hukum, Pancasila harus tetap diletakkan
sebagai fungsi konstitutif dan regulatif bagi norma hukum Indonesia. Di sisi
lain, pendidikan mengenai ideologi Pancasila perlu terus dijalankan dalam
sistem pendidikan nasional.
Pembinaan kehidupan politik dewasa ini mengarah pada sistem politik
demokrasi dan budaya demokrasi. Pengembangan sistem politik diarahkan pada
penyempurnaan struktur politik yang dititik beratkan pada proses pelembagaan
demokrasi dengan menata hubungan antara kelembagaan politik dan kelembagaan
pertahanan keamanan dalam kehidupan bernegara. Di sisi lain pengembangan budaya
politik yang dititikberatkan pada penanaman nilai-nilai demokratis terus
diupayakan melalui penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai
politik demokratis, terutama penghormatan nilai-nilai HAM, nilai-nilai
persamaan, anti-kekerasan, serta nilai-nilai toleransi, melalui berbagai wacana
dan media serta upaya mewujudkan berbagai wacana dialog bagi peningkatan
kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa. Jika kehidupan
politik berlangsung demokratis dan stabil maka ketahanan politik bangsa akan terjaga.
Gatra ekonomi diarahkan pada landasan yang bertumpu pada kekuatan
pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan stabilitas ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, jika hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat justru dapat
melemahkan ketahanan bangsa. Oleh karena itu pengembangan ekonomi harus
dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh dan seimbang, konsisten dan adil.
Kemiskinan terjadi bukan sekadar karena belum terpenuhinya kebutuhan pokok,
tetapi karena tidak adanya hak dan akses untuk memenuhi kebutuhan pokok. Akses
tidak hanya mencakup ketersediaan pasokan kebutuhan pokok yang berkualitas
sesuai dengan lokasi kebutuhan, tetapi juga keterjangkauan harganya, dan
keamanan pasokan sepanjang waktu. Rakyat Indonesia akan menjadi sejahtera bila
hak dan aksesnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terjamin.
Dalam gatra sosial budaya, ancaman yang muncul adalah mudahnya
infiltrasi nilai-nilai budaya barat yang sekuler, liberal, dan materialistik ke
masyarakat Indonesia. Pembinaan yang dilakukan terutama dengan meningkatkan
pemahaman, kesadaran dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya bangsa
sendiri. Salah satunya adalah nilai luhur budaya Pancasila yang selalu menjaga
keseimbangan yang harmonis antara hubungan manusia dengan dirinya, dengan
masyarakat, dengan Tuhan, serta keseimbangan antara kemajuan fisik material
dengan kesejahteraan mental spiritul dan keseimbangan antara kepentingan dunia
dengan akhirat.
Dalam hal gatra pertahanan dan keamanan, kepentingan nasional
Indonesia yang vital dan permanen adalah tetap tegak dan utuhnya NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam mewujudkan kepentingan nasional
tersebut, pertahanan negara Indonesia diselenggarakan untuk menangkal dan
mencegah segala bentuk ancaman dan gangguan, baik yang bersumber dari luar maupun
dari dalam negeri. Dalam mewujudkan komitmen bangsa Indonesia yang
anti-penjajahan dan penindasan suatu bangsa terhadap bangsa yang lain,
orientasi penyelenggaraan pertahanan negara diarahkan untuk sebesar-besarnya
mewujudkan daya tangkal bangsayang handal.
D. GLOBALISASI
DAN KETAHANAN NASIONAL
1. Dimensi
Globalisasi
Malcolm Waters menyebut ada 3 (tiga) tema atau dimensi utama globalisasi, yaitu: economic
globalization, political globalization dan cultural
globalization. Economic globalization atau globalisasi ekonomi
ditunjukkan dengan tumbuhnya pasar uang dunia, zona perdagangan bebas,
pertukaran global akan barang dan jasa serta tumbuhnya korporasi internasional.
Political globalization atau globalisai politik ditandai dengan
digantikannya organisai internasional dan munculnya politik global. Cultural
globalization atau globalisasi budaya ditandai dengan aliran informasi,
simbol dan tanda ke seluruh bagian dunia (Kalijernih, 2009:40). Masing masing
dimensi tersebut membawa pengaruh bagi suatu bangsa.
Globalisasi juga berdampak terhadap aspek pertahanan dan keamanan
negara. Menyebarnya perdagangan dan industri di seluruh dunia akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya konflik kepentingan yang dapat mengganggu keamanan
bangsa. Globalisasi juga menjadikan suatu negara perlu menjalin kerjasama
pertahanan dengan negara lain, seperti : latihan perang bersama, perjanjian
pertahanan dan pendidikan militer antar personel negara. Hal ini dikarenakan
ancaman dewasa ini bukan lagi bersifat konvensional, tetapi kompleks dan
semakin canggih. Contohnya ialah : ancaman terorisme, pencemaran udara,
kebocoran nuklir, kebakaran hutan, illegal fishing, illegal logging dan
sebagainya.
Gejala global menghadirkan fenomena-fenomena baru yang belum pernah
dihadapi oleh negara bangsa sebelumnya. Fenomena baru itu misalnya, hadirnya
perusahaan multinasional, semakin luasnya perdagangan global, dan persoalan
lingkungan hidup. Di tengah era global, negara bangsa dewasa akan berhadapan
dengan fenomena-fenomena antara lain ;
a. Menguatnya
identitas lokal atau etno nationalism
b.
Berkembangnya ekonomi global
c.
Munculnya lembaga-lembaga transnasional
d.
Disepakatinya berbagai hukum internasional
e.
Munculnya blok-blok kekuatan
f.
Pertambahan populasi dan meningkatnya arus migrasi
g.
Munculnya nilai-nilai global
h.
Kerusakan lingkungan hidup
Fenomena-fenomena tersebut, tentu saja akan dampak terhadap
kelangsungan hidup bangsa yang bersangkutan. Di satu sisi orang boleh berharap
adanya dampak positif yang dapat memberi kesejahteraan dan kemajuan, namun di
sisi lain pengaruh global ternyata juga berdampak negatif. Sebagai contoh,
tingginya intensitas interaksi dan komunikasi antar orang dari berbagai negara,
secara tidak disengaja juga berpotensi dalam hal penularan berbagai macam penyakit.
Akibatnya sebuah Negara menghadapi ancaman wabah penyakit. Contohnya,
penyebaran wabah Flu Burung di Indonesia. Dengan demikian, golbalisasi Abad XXI
diyakini berpengaruh besar terhadap kehidupan suatu bangsa. Globalisasi dapat
dilihat dari dua sisi, pertama, sebagai ancaman dan kedua,
sebagai peluang. Globalisasi akan menimbulkan ancaman, ditengarai oleh adanya
dampak negatif bagi bangsa dan negara.. Di sisi lain globalisasi memberikan
peluang yang itu akan berdampak positif bagi kemajuan suatu bangsa. Oleh karena
itu, dalam era global ini perlu kita ketahui macam ancaman atau tantangan apa
yang diperkirakan dapat melemahkan posisi negara–bangsa.
2. Spektrum Ancaman di Era Global
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
definsi ancaman, adalah ”setiap usaha dan kegiatan baik dari dalam
maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa”.
Dalam Undang-Undang No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia istilah
ancaman juga diartikan sama, yakni “setiap upaya dan kegiatan, baik
dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan
segenap bangsa”
Dari ketentuan–ketentuan hukum di atas, maka
ancaman telah mencakup didalamnya gangguan, tantangan dan hambatan yang dihadapi bangsa
dalam rangka membangun integrasi maupun dalam pembangunan demi
mencapai tujuan bangsa. Hal ini sesuai dengan ketentuan undang-undang yang
lama, yakni Undang-Undang No 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI bahwa yang dimaksud ancaman
adalah ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG).
Menurut Buku Putih Pertahanan Tahun 2008, ancaman yang membahayakan
keamanan dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara itu ada dua yaitu ; 1).
Ancaman militer dan 2). Ancaman nir militer.
Yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman yang
menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi, yang dinilai mempunyai
kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi, pelanggaran
wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata,
ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal.
Yang dimaksud ancaman nir militer adalah ancaman yang
menggunakan faktor-faktor nir militer, yang dinilai mempunyai kemampuan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan
segenap bangsa. Ancaman nirmiliter dapat berupa bentuk ancaman berdimensi
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informasi, serta
ancaman yang berdimensi keselamatan umum.
Ancaman berdimensi ideologi, contohnya
ialah gerakan kelompok radikal sebagai salah satu ancaman nyata. Motif yang
melatarbelakangi gerakan-gerakan tersebut dapat berupa dalih agama, etnik, atau
kepentingan rakyat. Pada saat ini masih terdapat anasir-anasir radikalisme yang
menggunakan atribut keagamaan yang berusaha mendirikan negara dengan ideologi
lain, seperti yang dilakukan oleh kelompok NII (Negara Islam Indonesia). Bagi
Indonesia keberadaan kelompok tersebut merupakan ancaman terhadap eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mengancam kewibawaan pemerintah
sehingga harus ditindak.
Ancaman berdimensi politik dapat
bersumber dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman
dilakukan oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap
Indonesia. Intimidasi, provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk-bentuk
ancaman nirmiliter berdimensi politik yang sering kali digunakan oleh
pihak-pihak lain untuk menekan negara lain. Ancaman berdimensi politik yang
bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa mobilisasi
massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang
kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah. Ancaman separatisme
merupakan bentuk ancaman politik yang timbul di dalam negeri.
Ancaman berdimensi ekonomi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Dalam konteks
Indonesia, ancaman dari internal dapat berupa inflasi dan pengangguran yang
tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum
jelas, ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi, sedangkan
secara eksternal, dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi yang buruk, daya
saing rendah, ketidaksiapan menghadapi era globalisasi, dan tingkat dependensi
yang cukup tinggi terhadap asing.
Ancaman yang berdimensi sosial budaya dibedakan antara ancaman dari dalam, dan ancaman dari luar. Ancaman
dari dalam didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan
ketidakadilan. Isu tersebut menjadi titik pangkal timbulnya permasalahan, seperti
separatisme, terorisme, kekerasan yang melekat-berurat berakar, dan bencana
akibat perbuatan manusia. Isu tersebut lama kelamaan menjadi “kuman penyakit”
yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme.
Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi dalam format
globalisasi. Hal ini ditandai dengan penetrasi nilai-nilai budaya dari luar
negeri yang sulit dibendung, yang mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia.
Kemajuan teknologi informasi mengakibatkan dunia menjadi kampung global yang
interaksi antarmasyarakat berlangsung dalam waktu yang aktual. Yang terjadi
tidak hanya transfer informasi, tetapi juga transformasi dan sublimasi
nilai-nilai luar secara serta merta dan sulit dikontrol. Akibatnya, terjadi benturan
peradaban, yang lambat-laun nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semakin
terdesak oleh nilai-nilai individualisme. Fenomena lain yang juga terjadi
adalah konflik vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, di samping konflik
horizontal yang berdimensi etno-religius, yang keduanya masih menunjukkan
potensi yang patut diperhitungkan.
Ancaman berdimensi teknologi informasi adalah munculnya kejahatan yang memanfaatkan kemajuan Iptek
tersebut, antara lain kejahatan siber, dan kejahatan perbankan. Kondisi lain
yang berimplikasi menjadi ancaman adalah lambatnya perkembangan kemajuan Iptek
di Indonesia sehingga ketergantungan teknologi terhadap negara-negara maju
semakin tinggi. Ketergantungan terhadap negara lain tidak saja menyebabkan
Indonesia menjadi pasar produk-produk negara lain, tetapi lebih dari itu, sulit
bagi Indonesia untuk mengendalikan ancaman berpotensi teknologi yang dilakukan
oleh pihak-pihak tertentu untuk melemahkan Indonesia.
Ancaman berdimensi keselamatan umum ialah adanya bencana alam, seperti gempa bumi, meletusnya gunung
berapi, dan tsunami. Bencana lain ialah yang disebabkan oleh ulah manusia,
antara lain : tidak terkontrolnya penggunaan obat-obatan dan bahan kimia lain
yang dapat meracuni masyarakat, baik secara langsung maupun kronis (menahun),
misalnya pembuangan limbah industri atau limbah pertambangan lainnya. Sebaliknya,
bencana alam yang disebabkan oleh faktor alam yang dipicu oleh ulah manusia,
antara lain bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, dan
bencana lainnya. Bencana alam baik langsung maupun tidak langsung mengancam
keselamatan masyarakat. Selain itu, keamanan transportasi juga merupakan salah
satu dimensi ancaman keselamatan umum yang cukup serius di Indonesia.
Berdasar spektrum ancaman di atas, kita dapat memprediksi atau memprakirakan
potensi ancaman apa sajakah yang dapat mempengaruhi kondisi ketahanan nasional
atau ketahanan suatu daerah. Tentu saja setiap daerah memiliki potensi ancaman
yang berbeda-beda.
No comments:
Post a Comment